Gaza, NPC – Ratusan ribu siswa mulai kembali ke sekolah, pada Senin (29/08/2022). Mereka memulai awal tahun ajaran baru, dengan perasaan campur aduk dan ketakutan akibat agresi yang dilakukan otoritas pendudukan Israel baru-baru ini di Jalur Gaza, di mana 17 anak meninggal dunia dan puluhan lainnya mengalami luka-luka.
Agresi terakhir yang dilakukan pasukan pendudukan Israel di Jalur Gaza pada awal Agustus ini telah mengakibatkan sebanyak 49 penduduk Palestina di Jalur Gaza meninggal dunia, ratusan mengalami luka-luka, di mana 17 korban yang meninggal dunia merupakan anak-anak yang masih mengenyam pendidikan di berbagai jenjang.
Agresi biadab Israel membuat puluhan anak-anak lain, yang mengalamai berbagai luka, beberapa di antaranya mengalami luka parah, yang menyebabkan anggota badan mereka harus diamputasi, membuat mereka harus kembali ke kursi sekolah dalam keadaan masih menanggung rasa sakit dan mengalami trauma berkepanjangan.
Bahkan para siswa yang tidak terluka secara fisik, studi lapangan mengkonfirmasi bahwa sebagian besar para siswa sekolah, terutama anak-anak, telah mengalami trauma psikologis yang diakibatkan berbaagi kehancuran mengerikan yang mereka saksikan dalam agresi terakhir Israel dan agresi-agresi sebelumnya yang dilancarkan pasukan pendudukan Israel.
Tantangan Besar
Kepala Departemen Penerangan Kementerian Pendidikan dan Pendidikan Tinggi, Sami Jadallah, membenarkan bahwa kantor kementeriannya menghadapi tantangan besar dalam menghadapi hal yang telah dilalui oleh anak-anak sekolah yang akan duduk di bangku pendidikan.
Sami Jadallah menyebutkan bahwa kantor Kementerian Pendidikan akan membuka semester pertama tahun baru ini dengan sejumlah program dan kegiatan pendidikan untuk memberikan dukungan psikologis bagi anak-anak sekolah. Program ini ditujukan untuk membersihkan dampak buruk dan rasa trauma akibat serangan brutal otoritas pendudukan Israel.
Program-progam Kementerian Pendidikan juga akan mempersiapkan siswa-siswa sekolah untuk tahun ajaran baru dengan baik dan benar.
Sami Jadallah menjelaskan bahwa tantangan terbesar Kementerian Pendidikan adalah para siswa yang akan kembali ke bangkus sekolah mereka, sebagian tidak akan menemukan teman mereka di kelas atau sekolah yang sama.
Hal yang jauh lebih menyedihkan adalah sebagian siswa tidak akan menemukan teman mereka di mana pun, setelah meninggal dalam serangan pemboman Israel pada awal Agustus.
Sami Jadallah mengindikasikan bahwa ada program dan kegiatan khusus yang diperuntukkan bagi siswa yang terkena dampak langsung agresi Zionis Israel. Program khusus ini diperuntukkan khusus bagi siswa yang terluka atau kerabat mereka meninggal dunia, sehingga mereka mengalami masalah psikologis atau perubahan perilaku seperti menderita perilaku menyendiri atau sifat agresif.
“Kegiatan ini berusaha menghilangkan rasa trauma untuk mengendalikan perilaku. Para siswa ini akan ditangani melalui bimbingan individu atau bimbingan kelompok dengan menempatkan mereka dalam kelompok yang dapat membantu mereka menyingkirkan perasaan negatif yang mereka alami,” sebut Sami Jadallah.
Sami Jadallah menunjukkan bahwa Kementerian Pendidikan juga mengadakan program dan kegiatan khusus untuk mengidentifikasi siswa yang mengalami gangguan stres pasca-trauma, yang gejalanya biasanya muncul tiga bulan setelah paparan trauma yang sebenarnya. Program ini akan ditangani oleh konselor untuk melihat adanya gejala atau tanda yang menunjukkan gangguan stres pasca-trauma.
Gejala Psikologis
Dokter dan psikiater percaya bahwa anak-anak di Jalur Gaza menderita serangkaian gejala psikologis yang berkaitan dengan ketakutan akan pengeboman, seperti depresi, kecemasan, gangguan perilaku, buang air kecil yang tidak disengaja (ngompol), suasana hati yang mudah gugup, dan lain sebagainya.
Dokter dan psikiater menekankan bahwa efek psikologis yang dialami anak-anak ini perlu diberikan dukungan psikologis dan sosial yang cepat dan langsung setelah agresi.
Anak-anak tersebut perlu diberikan permainan rilaksasi sehingga mereka melupakan suara ledakan dan dapat memulihkan sistem kehidupan sebelum terjadinya serangan pengeboman. Keluarga mereka juga perlu diberikan pendampingan untuk dapat memulihkan suasana buruk yang anak-anak alami.
Save the Children sebelumnya telah memperingatkan bahwa anak-anak di Jalur Gaza akan menderita psikologis selama bertahun-tahun ke depan akibat serangan yang dilakukan oleh otoritas pendudukan Israel.
“Anak-anak di Gaza menderita ketakutan dan kurang tidur, serta menunjukkan tanda-tanda kecemasan seperti gemetar terus-menerus dan buang air kecil yang tidak disengaja (ngompol),” sebut pernyataan Save the Children.
Pada tanggal 5 Agustus, pasukan pendudukan Israel melakukan agresi brutal terhadap Jalur Gaza yang hingga berlangsung selama tiga hari, di mana serangan bom tersebut telah menghancurkan puluhan rumah, menewaskan 49 penduduk Palestina, termasuk di antaranya 17 anak-anak, dan melukai 360 lainnya.
Diperparah Krisis Akibat Blokade
Pada saat ini, sekitar 1,5 juta dari total 2,3 juta penduduk Jalur Gaza menjadi miskin karena blokade Israel dan pembatasan yang diberlakukan di Jalur Gaza sejak 2006. Lembaga hak asasi internasional, Euro-Mediterranean Human Rights Monitor, mendokumentasikan dalam laporan tahunannya, efek mengerikan dari blokade Israel di Jalur Gaza, yang diperburuk oleh serangan militer.
Laporan tersebut mendokumentasikan indikator krisis kemanusiaan di Gaza akibat blokade. Misalnya, tingkat pengangguran telah meningkat dari 23,6 persen sebelum pemberlakuan blokade pada 2005 menjadi 50,2 persen pada akhir 2021, salah satu yang tertinggi di dunia.
Demikian juga, kemiskinan telah meningkat tajam karena blokade dan larangan Israel, dari 40 persen pada 2005 menjadi 69 persen pada 2021.
Laporan Euro-Mediterranean juga menyoroti bahwa ribuan fasilitas ekonomi, layanan, dan tempat produksi ekonomi terganggu, hancur, atau rusak selama serangan militer Israel yang terjadi selama tahun-tahun blokade. Serangan militer pada Mei 2021 saja telah mengakibatkan kehancuran ratusan fasilitas ekonomi, dengan total kerugian sekitar 400 juta dolar Amerika.
Sektor kesehatan adalah salah satu sektor paling terpengaruh akibat blokade sejak Israel, di mana mereka mencegah atau membatasi masuknya obat-obatan dan pasokan medis ke Gaza, sehingga menyebabkan layanan perawatan kesehatan menurun sebesar 66 persen.
Euro-Mediterranean meminta komunitas internasional untuk memaksa Israel, sebagai kekuatan pendudukan, untuk menghormati hak-hak semua penduduk di Jalur Gaza sesuai dengan hukum dan norma internasional.
Euro-Mediterranean juga menuntut Pengadilan Kriminal Internasional harus membuka penyelidikan terhadap para pemimpin dan tentara Israel yang terlibat dalam hukuman kolektif dan serangan militer terhadap Jalur Gaza untuk mencapai akuntabilitas sesuai dengan standar keadilan internasional.
(T.FJ/S: Palinfo, Euro-Med)