Tel Aviv, NPC – Data yang diterbitkan oleh Pusat Studi Tahanan Palestina, sebagaimana dilansir Palinfo, pada Kamis (04/05/2023), menunjukkan bahwa sejak awal tahun 2023 otoritas pendudukan Israel telah mengeluarkan sebanyak 1016 perintah penahanan administratif terhadap penduduk Palestina.
Pusat Studi Tahanan Palestina menyatakan bahwa di antara surat keputusan penahanan administrative yang dikeluarkan, sebanyak 546 merupakan keputusan penahanan untuk memperbarui status penahanan administratif yang diperpanjang antara dua hingga 6 bulan. Penahanan administratif bagi beberapa tahanan Palestina bahkan telah diperpanjang hingga mencapai lima kali.
Sementara itu, otoritas pendudukan Israel mengeluarkan sebanyak 470 keputusan penahanan administratif baru bagi penduduk Palestina, di mana mayoritas korbannya adalah mantan tahanan.
Direktur Pusat Studi Tahanan Palestina, Riyad Al-Ashqar, mengatakan bahwa penerbitan perintah penahanan administratif dalam beberapa bulan terakhir telah meningkat.
“Pada saat ini telah mencapai lebih dari 1.000 tahanan administratif (Palestina). Ini merupakan angka tertinggi sejak tahun 2003,” Riyad Al-Ashqar.
Riyad Al-Ashqar menambahkan bahwa kejahatan penahanan administratif berdampak dalam semua lapisan masyarakat Palestina. Hal ini disebabkan karena kantor pengadilan otoritas pendudukan Israel mengeluarkan ratusan perintah penahanan administratif yang juga mencakup anak-anak, perempuan, anggota parlemen Palestina, akademisi, pemimpin aksi nasional dan Islam, dan bahkan pasien dengan penyakit serius.
Riyad Al-Ashqar menyebutkan bahwa otoritas pendudukan Israel masih menahan dua perempuan Palestina dalam sebagai tahanan administratif yaitu Rawda Abu Ajamiyeh, yang berasal dari Bethlehem, dan Raghad Al-Qani yang berasal dari Tulkarm. Otoritas pendudukan Israel juga menahan delapan anak anak, dan dua tahanan yang sedang menderita kanker sebagai tahanan administratif.
Riyad Al-Ashqar menunjukkan bahwa lebih dari 85 persen tahanan administratif, merupakan tahanan yang pernah ditangkap sebelumnya dan telah menghabiskan hidup bertahun-tahun di penjara otoritas pendudukan Israe. Otoritas pendudukan Israel kemudian kembali menangkap mereka dengan dalih yang lemah, dan menjatuhkan hukuman penahanan administratif. Sejumlah tahanan administratif bahkan telah ditangkap sebanyak lebih dari delapan kali.
Riyad Al-Ashqar meminta Otoritas Palestina untuk segera menyerahkan berkas kejahatan penahanan administratif ke pengadilan internasional, karena otoritas pendudukan Israel melanggar prinsip hukum internasional. Ia menganggap otoritas pendudukan Israel menggunakan kejahatan penahanan administratif sebagai senjata dan hukuman kolektif bagi penduduk Palestina.
Penahanan administratif adalah praktik penahanan sewenang-wenang otoritas pendudukan Israel terhadap penduduk Palestina, di mana memungkinkan Israel menahan penduduk Palestina tanpa proses pengadilan dan tanpa tuduhan, dengan tidak mengizinkan tahanan atau kuasa hukumnya untuk meninjau atau memeriksa barang bukti dari pihak Israel.
Kebijakan penahanan ini secara jelas dan tegas telah melanggar ketentuan hukum humaniter internasional, di mana otoritas pendudukan Israel adalah satu-satunya negara di dunia yang mempraktikkan kebijakan ini.
Otoritas pendudukan Israel dan administrasi penjara menyatakan bahwa tahanan administratif memiliki arsip rahasia yang tidak akan pernah bisa diungkapkan, sehingga tahanan administratif tidak mengetahui lamanya hukuman atau alasan penahanannya secara jelas.
Tahanan administratif sering dikenakan perpanjangan masa tahanan lebih dari satu kali dalam jangka waktu tiga bulan, enam atau delapan bulan, dan terkadang kadang bisa mencapai satu tahun penuh. Dalam beberapa kasus, tahanan administratif bisa ditahan selama mencapai tujuh tahun, seperti yang dialami oleh Ali Al-Jamal.
(T.FJ/S: Palinfo, Wafa)