Gaza – NPC Lembaga hak asasi manusia di Palestina telah mengeluarkan laporan yang sangat mencengangkan dunia perihal kemanusiaan, laporan itu mengulas secara detail terkait situasi real yang sedang melanda Jalur Gaza. Kota Gaza dengan luar 367 Km persegi itu (seluas DKI Jakarta) ternyata dijadikan kamp konsentrasi oleh otoritas penjajah.
Penjara terbesar di dunia dengan penghuni 2 Juta jiwa adalah populasi warga Gaza, sudah 12 tahun penjara terbesar atau kamp konsetrasi itu masih belum mendapatkan kebebasan dimana pintu perbatasan tertutup, akses dari dan luar Gaza dipersulit, kunjungan ke Gaza pun benar-benar tidak mudah, sedangkan bantuan kemanusiaan benar-benar sulit untuk dipasok ke Gaza.
12 tahun dilanda krisis, akhir 2018 hingga awal tahun 2019 menjadi puncak penderitaan bagi warga Gaza akibat krisis. Semua sektor dan lini diterpa nestapa. Para pegawai tak mendapat upah, puluhan ribu penggangguran, tak tersedia lapangan pekerjaan ditambah lembaga yang bernaung di bawah PBB angkat kaki, gulung tikar dari Gaza dan tak lagi memberikan bantuan kemanusiaan untuk rakyat Palestina (kebijakan Presiden Amerika). Alih-alih pasien tergeletak sakit dan lemah di bangsal rumah sakit, parahnya mayoritas dari pasien adalah anak-anak tak berdosa.
Kementrian kesehatan Palestina di Gaza dalam konfrensi pers pada minggu lalu (awal Februari 2019) menyatakan lebih dari 8500 rakyat Palestina di Gaza mengidap penyakit kanker, tercancam meninggal dunia dikarenakan tidak mendapatkan bantuan obat-obatan dan bantuan makanan. Hampir semua rumah sakit di Gaza benar-benar dilanda krisis listrik dan krisis bahan bakar minyak Solar.
Tak bisa dibayangkan sebuah rumah sakit terancam tutup tak melayani pasien karena alat kesehatan tak berfunsgsi, kamar operasi tak ada penerangan akibat generator kosong tanpa bahan bakar minyak.
Seluruh rumah sakit tersebar di wilayah Gaza baik Gaza utara, Gaza selatan, Gaza timur hingga Gaza selatan mengalami krisis terparah sepanjang sejarah Palestina. Hal ini sudah berlangsung selama 12 tahun, puncaknya awal 2019, bahkan rumah Sakit Syifa di Gaza City menjadi rumah sakit pusat rujukan terbesar di Palestina pun bernasib sama.
Yayasan Dārut Tauhīd Peduli kembali gelar program bantuan kemanusiaan untuk warga Palestina di Gaza. Kali ini dengan membuka dapur umum di sebuah rumah sakit Rumah Sakit Eropa yang terletak di Khan Yunis, Gaza selatan. Rumah sakit ini merupakan bantuan dari Eropa dan mengalami krisis juga, baik itu krisis obat-obatan, krisis makanan dan krisis bahan bakar minyak Solar.
Kepala bagian di Rumah Sakit Eropa Khan Yunis Gaza selatan saat ditemui Abdillah Onim menyampaikan kondisi rumah sakit saat ini adalah kondisi yang terparah. Lebih lanjut lagi, Kepala Bagian RS. Eropa itu bingung hendak berbuat dan hanya berharap kepada Allah.
“Kami sedang mengalami kondisi krisis terparah, hanya berharap kepada ALLAH, kami bingung harus bebuat apa, perhatikan ribuan pasien terkapar tanpa obat, tanpa makanan. Kami tak diberi hak kemanusiaan, krisis kemanusiaan,” terang Kepala Bagian RS. Eropa Khan Yunis.
Dapur umum dibuka oleh DT Peduli pada 11 Feb 2019. Selama 15 hari kedepan, dapur ini akan beroperasi untuk memasak dan menyediakan 4000 paket makanan bagi para pasien. Menu yang disediakan berdasar pada referensi dari kementrian kesehatan Palestina. Di hari pertama memasakan ayam, daging, nasi, salat sayur ditambah buah-buahan, masing-masing pasien mendapat makanan 3x sehari.