Tel Aviv, NPC – Lembaga hak asasi manusia Israel, HaMoked, pada Selasa (01/08/2023), menyatakan bahwa Israel menahan lebih dari 1.200 tahanan (hampir semuanya merupakan penduduk Palestina), tanpa dakwaan atau proses pengadilan. Ini merupakan angka tertinggi dalam lebih dari tiga dekade.
Para tahanan, dengan jumlah 99 persen di antaranya merupakan penduduk Palestina, ditahan di bawah kebijakan “penahanan administratif” Israel, tanpa pengadilan atau otoritas pendudukan Israel menutup alasan penahanan mereka.
HaMoked mengatakan bahwa hal tersebut membuat para tahanan atau pengacara mereka hampir tidak mungkin mengajukan pembelaan yang layak.
Direktur eksekutif HaMoked, Jessica Montell, menyebut bahwa lamanya proses penahanan berkisar dari beberapa bulan hingga bertahun-tahun. Perintah penahanan biasanya dibatasi selama tiga atau enam bulan. Namun, otoritas pendudukan Israel dapat memperbaharui masa penahanan administratif tanpa batas waktu.
“Pihak berwenang (Israel) sering memperpanjang masa tahanan dengan alasan yang tidak diketahui. Jumlah totalnya keterlaluan. Ini jelas merupakan praktik ilegal. Orang-orang ini harus diadili secara adil atau dibebaskan,” kata Jessica Montell.
Jumlah tahanan administratif meningkat lebih dari dua kali lipat sejak awal tahun lalu, ketika otoritas pendudukan Israel mulai melakukan penggerebekan dan penahanan hampir setiap hari dan malam di kota-kota Palestina. HaMoked menyebutkan bahwa seperempat penduduk Palestina yang ditahan oleh Israel kini berada dalam status penahanan administratif.
Penahanan administratif sangat jarang digunakan terhadap orang Yahudi atau Israel, tetapi jumlah tersebut juga meningkat pada bulan Maret, di mana 14 orang Israel berada di bawah penahanan administratif.
Tepi Barat berada di bawah kekuasaan militer Israel sejak Israel menduduki wilayah tersebut dalam perang 1967.
Sekitar tiga juta penduduk di Tepi Barat tunduk pada sistem peradilan militer Israel, sementara lebih 700.000 pemukim Yahudi yang tinggal bersama mereka (termasuk di Yerusalem) memegang kewarganegaraan Israel dan tunduk pada pengadilan sipil.
Kesenjangan ini telah membuat kelompok hak asasi manusia mendorong klaim bahwa otoritas pendudukan Israel menerapkan kebijakan apartheid terhadap penduduk Palestina.
Penahanan administratif adalah praktik penahanan sewenang-wenang otoritas pendudukan Israel terhadap penduduk Palestina, di mana memungkinkan Israel menahan penduduk Palestina tanpa proses pengadilan dan tanpa tuduhan, dengan tidak mengizinkan tahanan atau kuasa hukumnya untuk meninjau atau memeriksa barang bukti dari pihak Israel.
Kebijakan penahanan ini secara jelas dan tegas telah melanggar ketentuan hukum humaniter internasional, di mana otoritas pendudukan Israel adalah satu-satunya negara di dunia yang mempraktikkan kebijakan ini.
Otoritas pendudukan Israel dan administrasi penjara menyatakan bahwa tahanan administratif memiliki arsip rahasia yang tidak akan pernah bisa diungkapkan, sehingga tahanan administratif tidak mengetahui lamanya hukuman atau alasan penahanannya secara jelas.
Tahanan administratif sering dikenakan perpanjangan masa tahanan lebih dari satu kali dalam jangka waktu tiga bulan, enam atau delapan bulan, dan terkadang kadang bisa mencapai satu tahun penuh. Dalam beberapa kasus, tahanan administratif bisa ditahan selama mencapai tujuh tahun, seperti yang dialami oleh Ali Al-Jamal.
(T.FJ/S: Elbalad)