Gaza, SPNA – Sejumlah wanita Palestina melakukan aksi protes di penyeberangan Erez -yang dikendalikan Israel- di Jalur Gaza, Diakhirinya blokade menjadi tuntutan utama mereka dalam aksi yang berlangsung pada hari Selasa (22/10/2019) tersebut.
Diorganisir oleh Komite Tinggi the Great March of Return dan Memecah Pengepungan Gaza, demonstrasi tersebut menyoroti penderitaan kaum wanita di Jalur Gaza akibat blokade Israel yang telah berlangsung selama 12 tahun.
Huda Hassan, seorang lulusan universitas dan aktivis mengatakan, “Sekitar 17.000 hingga 18.000 mahasiswa lulus setiap tahun yang belum mendapatkan pekerjaan.
“Bahkan sektor industri dan produksi, yang dulu menawarkan lebih dari 120.000 lowongan kerja, sekarang tidak menawarkan lebih dari 7.000 lowongan,” tambahnya.
Sektor konstruksi secara praktis mandek karena ketidakmampuan untuk mengimpor peralatan yang diperlukan. Konstruksi digunakan untuk menawarkan sekitar 70.000 lowongan kerja di Gaza.
Perwakilan komite, Iktimal Hamad, mengatakan, “Wanita Palestina adalah korban utama blokade Gaza; Ia adalah ibu, istri, anak perempuan, guru, murid, dokter sekaligus pasien. Ia menderita semua aspek blokade ilegal.”
“Ia adalah seorang istri bagi suami yang terbunuh dan seorang ibu bagi putra yang terbunuh. Namun ia, dirinya sendiri, adalah target yang sah bagi tentara Israel. Meski demikian, kami terus protes dan berbicara untuk hak-hak kami.”
Salah satu peserta, yang merupakan ibu dari Mohammad Mohaysin menuturkan, “Saya bukanlah satu-satunya wanita yang dicegah untuk tidak menemani bayinya berobat. Masih banyak wanita lainnya yang mengalami hal serupa.” Namun, “saya beruntung karena anak saya memiliki kesempatan untuk bepergian dan mendapatkan perawatan.”
Mohammad Mohaysin adalah bayi berusia sembilan bulan yang harus mendapatkan perawatan kesehatan di luar Gaza. Sang ibu tidak bisa menemaninya dalam perjalanan tersebut karena tidak memperoleh izin dari pihak berwenang Israel. Ia adalah satu dari ribuan anak Gaza yang dicegah untuk bepergian. Sementara puluhan anak lainnya meninggal ketika menunggu izin Israel untuk melakukan perjalanan melalui persimpangan Erez.”
Para pengunjuk rasa menyerukan pula kepada komunitas internasional dan lembaga-lembaga hak asasi manusia untuk membela hak-hak Palestina dan mengakhiri pengepungan Gaza yang tidak adil.
(T.RA/S: MEMO)